LPM Mayantara

LPM Mayantara

PUISI - Metropolutan

Ilustrasi puisi. (Foto: pixabay.com)


Editor: I.K Nino Sativara | Penulis: NN

Sang surya mulai menampakan sinar sakti
Menembus kaca-kaca semesta
Gemericik air keran selalu terbunyi
Ketika pasang mata baru terbuka

 

Di gubuk renta tanah yang sudah lama
Aku terlahirkan dari kusamnya metropolitan
Kata sambutan tak pernah terucapkan
Kecuali bising kendaraan  yang  menyambut tangisan
Semburat keraguan sudah tergores di dahiku
Bahkan saat pusar belum terputus
Surat hutang sudah tergeletak di atas perlak ku

 

Perlahan ku mulai berdiri di atas kakiku sendiri
Saat ku tersadar bahwa kota ini lebih kejam dari semak rimba
Jangankan mengisi lambung
Mengisi kekosongan waktu pun aku bingung

 

Bangku-bangku sekolah tak memberi teori kehidupan
Hanya mencatat sesuatu yang tiada benar prakteknya
Sebuah barisan kata pengertian yang tak bernyawa

 

Aku mencari wana sebab di tempatku tiada lagi kehijauan
Kasihan, mereka tertimpa semen dan batako kawan
Kebun yang katanya penuh satwa  
Justru hanya penyiksa di balik kata konservasi dan pemeliharaan

 

Asap-asap semakin menyerukan massanya
Ia datang bagai demonstran yang haus jawaban
Air-air hanya bisa terdiam di bawah aspal-aspal yang luas
Mereka tak bisa bertemu keluarganya di lautan lepas

Leherku tercekik sangat kuat
Uang se-ripis ku tak bisa membayar nafas
Hai, semahal itukah untuk hidup bebas?

 

Buanglah mereka ke tempat mereka

Rawatlah mereka ke tempat mereka

Kembalikan mereka ke tempat mereka

Hentikan mereka sadarkan mereka

Tersirat sajalah pesanku ini

Sebab tersirat pula kebusukan mereka

Selamat datang di Metropolutan.